Siapakah yang Paling Egois itu?

Jumat, Oktober 18, 2013

Keadaan itu adalah seorang penghasut. Penghasut seseorang menjadi pembohong yang bertugas membohongi dirinya sendiri. Ketika orang itu berbohong tentang bagaimana dia bisa melalui hari dengan menyembunyikan kebohongan itu sendiri. Ketika orang itu berbohong tentang kebenaran hati yang berusaha disangkalnya. Dan ketika itu, membohongi diri sendiri sudah menjadi candu, candu yang diberikan oleh penghasut itu.

Keadaan itu adalah sebuah ego. Bahkan ego yang lebih besar dari sekedar ego makhluk yang menyembunyikan perasaannya. Memang, orang yang menyembunyikan perasaannya sendiri adalah se-ego-ego-nya makhluk. Keadaan yang memaksa, ketika orang ber-ego tersebut akhirnya menyadari bahwa, dia akan bahagia ketika melihat orang yang dicintainya bahagia dengan seseorang yang selalu menemani disisinya, bukan melihat dari kejauhan. Dan ketika itu, ada sebuah ego yang mengalahkan egonya sendiri untuk memiliki orang yang dicintainya.

sumber foto
Jangan pernah menyalahkan keadaan.
Memang benar, ada kalanya kita harus menerima kenyataan, bukan menyalahkan keadaan. Dalam hidup, kita selalu punya pilihan, antara menjemput atau menunggu. Menjemput sebuah harapan, atau menunggu harapan itu, datang atau kemudian harapan itu habis dimakan waktu. Dan anehnya, ada yang memilih untuk tidak memilih, membiarkan keadaan memainkan perasaan mereka sendiri. Mengalah terhadap keadaan, atau lebih tepatnya kalah terhadap keadaan, telak. Ego itu terlalu besar sehingga memakan ego diri sendiri. Sampai akhirnya ada sebuah perasaan yang harus dikorbankan. Semua memang butuh pengorbanan, dan keadaan memang memakan korban paling besar.

Cinta yang tak terbalas itu memang menyakitkan, tapi cinta yang tak diungkapkan itu lebih menyakitkan. Sangat disayangkan, ketika ego lebih berkuasa dibandingkan perasaan itu sendiri. Namun lebih menyakitkan lagi ialah ketika keadaan yang lebih adidaya dibanding ego dan perasaan. Katanya, bukan cinta kalau tidak diungkapkan. Tapi kenyataannya ialah cinta lebih dari mengatakan. Takut jika cinta itu disampaikan, orang yang dicintai sakit karena keadaan yang tidak bisa dielakkan sudah di depan mata. Terlambat untuk mengatakan.

Dalam konteks genre, biasanya seorang wanita ditekan oleh suatu keadaan dimana dalam setiap pikirannya ialah “akukan cewek”. Dengan keadaan yang seperti inilah wanita akhirnya terbiasa dengan menunggu, walau menyakitkan. Menunggu yang diharapkan datang atau menunggu hingga waktu yang memakan harapan itu.

iya, sih

Ketika ada cinta yang terlambat untuk diungkapkan. Ketika merasa, ini bukanlah waktu yang tepat lagi karena sebentar lagi ada sebuah keadaan yang memiliki ego yang kuat. Dan ketika itu, cinta bukan lagi terlambat untuk dikatakan, tapi menjadi tidak bisa dikatakan.

Keadaan sekarang ialah cinta yang tidak bisa memiliki. Katanya cinta itu harus memiliki. Kalau tidak memiliki, itu bukan cinta. Tapi kenyataannya, ada cinta yang memilih untuk tidak saling memiliki namun saling mencintai. Yang jelas, cinta itu tidak menguasai. Kau dapat merelakan cinta ketika melihat sebuah senyum yang selalu kau impikan terkembang dengan indah, walau bukan karenamu.

Di sisi yang berlawanan, kadang keadaan juga memaksa kita untuk lebih bertindak dari pada berdiam. Dalam hal ini, kita sadar bahwa hanya dengan bertindaklah hal yang diharapkan itu akan terwujud. paling tidak, untuk melepaskan beban, tidak setinggi harapan. di sini kita sadar bahwa, dengan hanya berdiam menunggupun keadaan tidak akan berubah jadi berpihak ke arah kita, padahal ego diri sendiri memaksa untuk tetap menunggu.

Kembali lagi, masih banyak keadaan-keadaan di luar sana yang bisa membuat kita tidak bisa menuruti ego kita sendiri. Keadaan yang bisa membuat kita dengan berat hati melepas perasaan sendiri. Keadaan yang memaksa kita kalah telak. Karena keadaan itu, adalah ego yang paling egois.

You Might Also Like

2 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images