Paradoks Cinta, Antara Hati dan Perkataan

Kamis, Januari 10, 2013

Banyak yang bilang perasaan itu soal hati. Tidak ada yang mengetahui bentuk perasaan itu seperti apa, hanya bisa dirasakan, tidak bisa dilihat. Kadang juga perasaan itu tertutup, bahkan ada yang sengaja menutupnya.
Beberapa orang rela membohongi perasaan sendiri hanya demi suatu keadaan. Adapula yang berpura pura menggantinya dengan perasaan lain. Berpura-pura acuh, padahal perhatian. Berpura-pura benci padahal suka.
Keberpuraan ini seringkali hanya menjadi kesakitan bagi para pembohong perasaan. Menjadi bukan diri sendiri, berpura menutupi hanya karena keadaan yang dicari.

"akukan cewek"
Kebanyakan wanita merupakan makhluk yang paling pandai menutupi perasaannya. Mereka beranggapan wanita itu menunggu, sehingga mereka malu untuk terlebih dulu mengungkapkan perasaannya. Memberikan "kode-kode" agar dimengerti kadang tidak berbuah manis. Orang yang (katanya) tidak peka, tidak mungkin dapat mengerti "kode-kode" seperti ini tanpa berbicara langsung. Si cowok yang ga peka namun tetap diharapkan tidak juga kunjung memberi kepastian, dan akhirnya di sebut PHP oleh si cewek. Padahal ketidak beranian cewek dalam keterbukaan perasaannya adalah sebab dari cowok yang tidak peka. Iya cewek itu menunggu, menunggu sampai hatinya sakit karena terus menunggu. Menunggu sampai yang ditunggu pergi begitu saja. Menunggu, selamanya.
jika menunggu, menuggulah selamanya

Paradoks cinta
"Ga mungkin juga kali aku suka sama dia"
"Dia itu cuma sahabat aku"
Tapi kenyataan hatinya berkata lain, dan mulut yang menyangkalnya.

Keberpuraan seseorang dalam menutupi perasaannya, paradoks cinta. Orang seperti ini akan pandai berkata "tidak", padahal hatinya berkata "sungguh iya". Lain di mulut lain di hati. Menutupi perasaan sendiri demi hal lain. Misalnya demi pertemanan, seseorang menutupi perasaannya, atau bahkan membunuhnya. Takut keberadaan sekarang hilang dan makin menjauh. Karena takut, takut untuk berkata terlebih dahulu, takut perasaannya tidak berbalas. Tapi tidak takut menjadi pembunuh dan pembohong, pembunuh perasaan dan membohongi diri sendiri.
sama aja dengan bunuh diri

Memang menutupi perasaan memang sebuah kesakitan yang teramat. Tapi anehnya kesakitan itu masih saja dilakukan dan terus saja menutupi perasaan aslinya.

Bukan hanya wanita yang biasanya dalam kondisi seperti ini, lelakipun demikian. Bukan karena dia pengecut, kadang lelaki juga harus menemukan suasana yang tepat untuk mengakui perasaannya, untuk meyakinkan tentang apa yang dirasakannya.
membuat orang bertanya

Tapi lagi-lagi, menutupi perasaan, walau sakit akan tetap dilakukan. Entah demi apa dan karena apa. Membiarkan sebuah cinta hilang, membiarkan yang ditunggu pergi lagi, dan lebih memilih menunggu ketidakpastian lagi.

Paradoks cinta, dari sebuah hati yang tertutupi, perbedan antara hati dan mulut yang bicara.
Jika masih ingin terus sakit dalam menyembunyikan perasaan dan setia menunggu, menunggulah selamanya.

You Might Also Like

2 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images